- Back to Home »
- Paling WOW , pelajaran sekolah , Tugas anak aksel SMAGA. »
- Kasus Kasus Pelanggaran HAM dalam Nilai Nilai Pancasila
Posted by : Alyanis Mufid SWM
December 03, 2015
Alyanis Mufid SWM
A. Substansi Hak Asasi Manusia dalam Pancasila
Pada kelas X dan XI kalian telah
mempelajari materi tentang penegakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, tentu
saja kalian sudah mempunyai bekal yang cukup untuk mempelajari materi pada bab
ini yang juga mengupas tentang penegakan hak asasi manusia.
Salah satu karakteristik hak asasi
manusia adalah bersifat universal. Artinya, hak asasi merupakan hak yang
dimiliki oleh setiap manusia di dunia tanpa membeda-bedakan suku bangsa, agama,
ras maupun golongan. Oleh karena itu, setiap negara wajib menegakkan hak asasi
manusia. Akan tetapi, karakteristik penegakan hak asasi manusia berbeda-beda
antara negara yang satu dengan negara lainnya. Ideologi, kebudayaan dan
nilai-nilai khas yang dimiliki suatu negara akan mempengaruhi pola penegakan
hak asasi manusia di suatu negara. Contohnya, di Indonesia, dalam proses
penegakan hak asasi manusia dilakukan dengan berlandaskan kepada ideologi
negara yaitu Pancasila.
Pancasila merupakan ideologi yang
mengedepankan nilai-nilai kemanusian. Pancasila sangat menghormati hak asasi
setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Bagaimana Pancasila
menjamin hak asasi manusia? Pancasila menjamin hak asasi manusia melalui
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai Pancasila dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai ideal, nilai instrumental dan nilai
praksis. Ketiga kategori nilai Pancasila tersebut mengandung jaminan atas hak
asasi manusia, sebagaimana dipaparkan berikut ini.
1. Hak
Asasi Manusia dalam Nilai Ideal Sila-Sila Pancasila
Nilai ideal disebut juga nilai dasar
berkaitan dengan hakikat kelima sila Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat
universal sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai
yang baik dan benar.
Nilai dasar ini bersifat tetap dan
terlekat pada kelangsungan hidup negara. Hubungan antara hak asasi manusia
dengan Pancasila dapat dijabarkan secara singkat sebagai
berikut.
- Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama.
- Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menempatkan setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
- Sila Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu di antara warga negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, bahwa hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.
- Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat.
- Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.
Info Kewarganegaraan
Hak asasi manusia memiliki ciriciri khusus, yaitu
sebagai berikut.
- Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir
- Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender atau perbedaan lainnya.
- Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau diserahkan kepada pihak lain.
- Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik, atau hak ekonomi, sosial dan budaya.
2. Hak
Asasi Manusia dalam Nilai Instrumental Sila-Sila Pancasila
Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai
dasar Pancasila. Nilai instrumental sifatnya lebih khusus dibandingkan dengan
nilai dasar. Dengan kata lain, nilai instrumental merupakan pedoman pelaksanaan
kelima sila Pancasila. Perwujudan nilai instrumental pada umumnya berbentuk
ketentuan-ketentuan konstitusional mulai dari Undang-Undang Dasar sampai dengan
peraturan daerah.
Hak asasi manusia juga dijamin oleh nilai-nilai instrumental
Pancasila. Adapun, peraturan perundang-undangan yang menjamin hak asasi manusia
di antaranya sebagai berikut.
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
terutama Pasal 28 A – 28 J
b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Di dalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia.
c. Ketentuan dalam undang-undang organik berikut.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
d. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
e. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah berikut.
- Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat
- Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat
f. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Keppes).
- Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
- Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan untuk Berorganisasi
- Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Makasar
- Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
- Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009
1. Hak
Asasi Manusia dalam Nilai Praksis Sila-Sila Pancasila
Nilai praksis merupakan realisasi
nilai-nilai instrumental suatu pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai
praksis Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan
dan perbaikan sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Hal
tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Sikap yang Ditunjukkan yang Berkaitan dengan Penegakan Hak
Asasi Manusia
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
a. Hormat-menghormati
dan bekerja sama antarumat beragama sehingga terbina kerukunan hidup
b. Saling
menghormati kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
c. Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain
2. Kemanusian
yang Adil dan Beradab
a. Mengakui
persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia
b. Saling
mencintai sesama manusia
c. Tenggang
rasa kepada orang lain
d. Tidak
semena-mena kepada orang lain
e. Menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusian
f. Berani
membela kebenaran dan keadilan
g. Hormat-menghormati
dan bekerja sama dengan bangsa lain
3. Persatuan
Indonesia
a.
Menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
c. Cinta tanah air dan bangsa
d. Bangga
sebagai bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
berBhinneka Tunggal Ika
4. Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama
d. Menerima
dan melaksanakan setiap keputusan musyawarah
e. Mempertanggungjawabkan setiap keputusan musyawarah secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
b. Menghormati hak-hak orang lain
c. Suka memberi pertolongan kepada orang lain
d. Menjauhi
sikap pemerasan kepada orang lain
e. Menjauhi sifat boros dan gaya hidup mewah
f. Rela bekerja keras
g. Menghargai hasil karya orang lain
B. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
1. Jenis-Jenis
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Secara yuridis, Pasal 1 Angka 6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku. Dengan demikian, dalam konteks Negara Indonesia, pelanggaran HAM
merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun
oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi manusia.
Pelanggaran HAM berat menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
dapat diklasifikasikan menjadi dua.
a. Kejahatan
genosida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
- membunuh anggota kelompok;
- mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
- menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
- memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
- memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
b. Kejahatan
terhadap kemanusian, yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian
dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
- Pembunuhan;
- Pemusnahan;
- Perbudakan;
- Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
- perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
- Penyiksaan;
- Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
- Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
- Penghilangan orang secara paksa; atau
- Kejahatan apartheid.
2. Penyimpangan
Nilai-Nilai Pancasila dalam Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
a. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
Peristiwa di atas bukanlah
satu-satunya pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa warga negara Indonesia.
Terdapat peristiwa-peristiwa lain yang dikategorikan sebagai pelanggaran hak
asasi manusia, di antaranya sebagai berikut.
1) Pembunuhan
massal terhadap 40.000 orang rakyat Sulawesi Selatan oleh tentara Belanda yang
dipimpin oleh Kapten Westerling pada tanggal 12 Desember 1946
2) Pembunuhan 431 penduduk Rawagede oleh tentara Belanda pada
tanggal 5 Desember 1947.
3) Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam
kasus ini 24 orang tewas, 36 orang luka berat dan 19 orang luka ringan.
4) Peristiwa Talangsari pada tanggal 7 Februari 1989. Dalam
kasus ini 27 orang tewas. Sekitar 173 orang ditangkap, namun yang sampai ke
pengadilan 23 orang.
5) Penembakan
mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam kasus ini 5
orang tewas.
6) Tragedi
Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini lima orang tewas.
Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang
memakan lima orang korban meninggal.
7) Berbagai
macam bentuk kerusuhan dan konflik antarsuku yang mengakibatkan jatuhnya korban
jiwa, seperti konflik Poso, tragedi Mesuji, dan sebagainya.
Sebagai bangsa Indonesia, tentu saja
kita sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana
dicontohkan di atas. Tindakan itu melanggar nilai-nilai kemanusian sebagaimana
sudah digariskan dalam Pancasila. Tidak hanya itu, penculikan juga tidak
dibenarkan oleh ajaran agama apapun, serta dapat merusak persatuan, kedamaian
dan keadilan yang menjadi hak setiap manusia.
b. Kasus Pelanggaran HAM Internasional
Kasus-kasus pelanggaran HAM internasional
yang terjadi pada umumnya disebabkan belum dipahaminya konsep HAM dan banyaknya
akses pelanggaran disiplin serta tata tertib oleh oknum di lapangan. Selain
itu, sistem peradilan nasional di setiap negara tidak selalu efektif melakukan
proses peradilan terhadap pelaku pelanggaran HAM tersebut. Kasus pelanggaran
HAM internasional dapat dibedakan menjadi empat kategori.
1) Kejahatan genosida (The crime of genocide)
Dalam sejarah penegakan HAM, di
dunia ini pernah terjadi beberapa peristiwa yang tergolong ke dalam kejahatan
genosida, di antaranya tragedi My Lai pada 16 Maret 1968 di Vietnam serta
tragedi Shabra dan Shatila pada September 1982, di Beirut, Lebanon.
2) Kejahatan melawan kemanusian (Crime againts humanity)
Kejahatan kemanusian dapat berbentuk
pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan, perbudakan, pengusiran, perampasan
kemerdekaan yang melanggar hukum internasional dan sebagainya. Contoh kasus
kejahatan melawan kemanusiaan yang pernah terjadi di dunia ini, diantaranya
pembuhunan rakyat Uganda dan pembunuhan rakyat Kamboja.
3) Invasi atau agresi suatu negara ke negara lain (The
crime of aggression)
Invasi atau agresi ialah suatu
bentuk penyerangan dengan menggunakan kekuatan militer yang dilakukan oleh
suatu negara atau bangsa terhadap negara atau bangsa lainnya, dengan dasar
untuk mencaplok wilayah yang dikuasai negara yang diinvasi, memerangi kejahatan
internasional, dan sebagainya. Akan tetapi, hal tersebut dilakukan dengan tidak
menggunakan
dasar hukum yang kuat serta melegalkan tindakan tersebut.
Contoh dari tindakan invasi tersebut diantaranya invasi Irak ke Iran pada 22
September 1980 dan invasi Amerika Serikat beserta sekutunya kepada Irak pada 20
Maret 2003
4) Kejahatan perang (War crimes)
Kejahatan perang adalah suatu
tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum internasional, terhadap hukum perang
oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan
perang ini disebut penjahat perang. Setiap pelanggaran hukum perang pada
konflik antarbangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada
konflik internal suatu negara belum tentu dapat dianggap kejahatan perang.
Kejahatan perang meliputi semua
pelanggaran terhadap perlindungan yang telah ditentukan oleh hukum perang, dan
juga mencakup kegagalan untuk tunduk pada norma prosedur dan aturan
pertempuran, seperti menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih, atau
sebaliknya, menggunakan bendera perdamaian itu sebagai taktik perang untuk
mengecoh pihak lawan sebelum menyerang.
Beberapa mantan kepala negara dan
kepala pemerintahan yang telah diadili karena kejahatan perang antara lain
adalah Karl Dönitz dari Jerman, mantan Perdana Menteri Hideki Tojo dari Jepang
dan mantan Presiden Liberia Charles Taylor. Pada awal 2006 mantan Presiden Irak
Saddam Hussein dan mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milošević juga diadili
karena
kejahatan perang.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan
diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan
keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum. Setelah berlakunya
undang-undang tersebut, kasus pelanggaran HAM di Indonesia ditangani dan
diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM. Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000, penyelesaian kasus pelanggaran HAM
berat dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana. Proses penyidikan dan
penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat perintah dan
alasan penangkapan, kecuali tertangkap tangan. Penahanan untuk pemeriksaan
dalam sidang di Pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat
diperpanjang paling lama 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah
hukumnya.
Penahanan di Pengadilan Tinggi
dilakukan paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.
Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling
lama 30 hari. Adapun penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang
berat
dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam melakukan penyelidikan,
Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan
unsur masyarakat. Hasil penyelidikan Komnas HAM yang berupa laporan pelanggaran
hak asasi manusia, diserahkan berkasnya kepada Jaksa Agung yang bertugas
sebagai penyidik. Jaksa Agung wajib menindaklanjuti laporan dari Komnas HAM
tersebut. Jaksa Agung sebagai penyidik dapat membentuk penyidik ad hoc yang
terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Proses penuntutan perkara
pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan
tugasnya, Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri
dari unsur pemerintah atau masyarakat.
Setiap saat Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung
mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat. Jaksa penuntut umum ad hoc sebelum melaksanakan
tugasnya harus mengucapkan sumpah atau janji. Selanjutnya, perkara pelanggaran
hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM yang
dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM paling lama 180 hari setelah berkas
perkara dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan HAM. Majelis Hakim
Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim pada
Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc yang
diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan.
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, perkara tersebut diperiksa dan diputus
dalam waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke
Pengadilan Tinggi. Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM di Pengadilan Tinggi
dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas dua orang hakim Pengadilan
Tinggi yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. Kemudian, dalam
hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi ke
Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama
90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung. Pemeriksaan
perkara pelanggaran HAM berat di Mahkamah Agung dilakukan oleh majelis hakim
terdiri atas dua orang Hakim Agung dan tiga orang hakim ad hoc. Hakim ad
hoc di Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara atas
usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
1. Peradilan
dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Internasional
Poses penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan HAM
internasional secara umum sama dengan penanganan dan peradilan terhadap pelaku
kejahatan yang lain, sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia.
Secara garis besar, apabila terjadi pelanggaran HAM yang berat dan berskala
internasional, proses peradilannya sebagai berikut.
a. Jika suatu negara sedang melakukan penyelidikan, penyidikan
atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi, maka pengadilan pidana
internasional berada dalam posisi inadmissible (ditolak) untuk menangani
perkara kejahatan tersebut. Akan tetapi, posisi inadmissible dapat
berubah menjadi admissible (diterima untuk menangani perkaran
pelanggaran HAM), apabila negara yang bersangkutan enggan (unwillingness) atau
tidak mampu (unable) untuk melaksanakan tugas investigasi dan
penuntutan.
b. Perkara yang telah diinvestigasi oleh suatu negara, kemudian
negara yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak melakukan penuntutan
lebih lanjut terhadap pelaku kejahatan tersebut, maka pengadilan pidana
internasional berada dalam posisi inadmissible. Namun, dalam hal ini,
posisi inadmissible dapat berubah menjadi admissible bila putusan
yang berdasarkan keengganan (unwillingness) dan ketidakmampuan (unability)dari
negara untuk melakukan penuntutan.
c. Jika pelaku kejahatan telah diadili dan memperoleh kekuatan
hukum yang tetap, maka terhadap pelaku kejahatan tersebut sudah melekat asas nebus
in idem. Artinya, seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam
perkara yang sama setelah terlebih dahulu diputuskan perkaranya oleh putusan
pengadilan peradilan yang berkekuatan tetap. Putusan pengadilan yang menyatakan
bahwa pelaku kejahatan itu bersalah, berakibat akan jatuhnya sanksi. Sanksi
internasional dijatuhkan kepada negara yang dinilai melakukan pelanggaran atau
tidak peduli terhadap pelanggaran hak asasi manusia di negaranya. Sanksi yang
diterapkan bermacam-macam, di antaranya:
1) diberlakukannya travel warning (peringatan bahaya
berkunjung ke negara tertentu) terhadap warga negaranya,
2) pengalihan investasi atau penanaman modal asing,
3) pemutusan hubungan diplomatik,
4) pengurangan bantuan ekonomi,
5) pengurangan tingkat kerja sama,
6) pemboikotan produk ekspor,
7) embargo ekonomi.
Intisari
Materi
- Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusian. Dengan kata lain, Pancasila sangat menghormati hak asasi setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Semua sila Pancasila mengandung nilai-nilai penghormatan atas hak asasi manusia.
- Jaminan hak asasi manusia oleh Pancasila dapat dilihat dari nilai-nilainya yang terdiri atas nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.
- Hak asasi manusia dalam nilai dasar Pancasila terletak pada ketentuan setiap sila Pancasila, yang kemudian dijabarkan dalam nilai instrumental yang berupa ketentuan peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia, yang diimplementasikan dalam praktik kehidupan sehari-hari
- Pada dasarnya pelanggaran HAM merupakan bentuk penyimpangan terhadap kewajiban asasi manusia.
- Pemerintah Republik Indonesia dan lembaga peradilan internasional telah berupaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM. Salah satunya adalah dengan menyelesaikannya melalui proses peradilan.
materi yang lengkap , blog yang lengkap ada musiknya juga . wkwkwks
ReplyDelete